Minggu, 16 November 2014

KOPERASI KAPITALISME



APA ITU KAPITALISME ?

            Kata kapitalisme sendiri sudah akrab di telinga kita, tapi belum tentu kita mengerti apa itu kapitalisme. Kapitalisme di ambil dari kata ‘capital’ yang berarti modal, dan ‘isme’ yang berarti suatu aliran atau paham. Hampir semua Negara di seluruh dunia menerapkan paham kapitalisme termasuk juga Indonesia.
Kapitalisme adalah suatu model produksi yang didasari produksi komoditas sistematik dan terkait produksi di bawah pengaruh modal-produksi, baik untuk ditukarkan maupun keuntungan berdasar pada eksploitasi kerja. Kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang berasaskan kepemilikan pribadi, yaitu penguasaan alat-alat produksi seperti industri dan sumber daya alam maupun modal yang kemudian mempunyai hubungan-hubungan produksi serta melibatkan kelas tak bermilik untuk dijadikan sebagai pengawas dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh rakyat.
Mencermati bahwa berbagai penemuan di bidang teknologi (revolusi industri ) melahirkan tata dunia ekonomi baru, yaitu tatanan dunia ekonomi menjadi terpusat pada keuntungan perseorangan, yaitu kaum pemilik modal ( kapitalisme ).
Kapitalisme merupakan sebuah sistem produksi, distribusi, dan pertukaran dimana kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh pemilik pribadi untuk  memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Paham atau sistem kapitalis mempunyai sifat dan watak seperti eksploitasi, akumulasi, dan ekspansi. Sifat eksploitasi dalam sistem kapitalis yakni untuk menciptakan laba yang sebesar-besarnya.
            Mereka akan memanfaatkan tenaga karyawan/buruh untuk menghasilkan sebuah barang produksi yang bernilai tinggi. Namun di sisi lain hal itu tidak diimbangi dengan pemberian upah pada buruh. Padahal, buruhlah yang menghasilkan barang produksi bernilai tinggi itu. Bahasa kasarnya bisa disebut begini, keringat buruh diperas habis-habisan sementara masalah upah mereka tekan sedalam-dalamnya.

            Kapitalisme juga sebuah sistem yang didisain untuk mendorong ekspansi komersial melewati batas-batas lokal menuju skala nasional dan internasional. Pengusaha kapitalis mempelajari pola-pola perdagangan internasional di mana pasar berada dan kemudian bagaimana memanipulasi pasar untuk keuntungan mereka.

APA EFEK KAPITALISME ?

Kapitalisme yang cenderung membuat orang menjadi egois dan tidak memikirkan orang lain dalam berbisnis tentu saja bertolak belakang dengan system koperasi yang menggunakan bagi hasil dengan system kekeluargaan untuk para anggota nya.
Hasil kajian riset Kelompok Studi Perdesaan Universitas Indonesia menemukan bahwa “intrusi kapitalisme” yang kian mendalam adalah salah satu faktor paling utama mengapa koperasi di Indonesia belum bisa berkembang dengan baik.
Masa kini orang-orang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan terlepas dari kepentingan masyarakat. Partisipasi masyarakat untuk memperjuangkan kepentingan bersama turun drsastis seiring maraknya kapitalisme dan demokrasi liberalism yang terjadi di Indonesia.
Kemudian, hal yang paling utama juga yakni basis dari struktur sosial masyarakat yang sangat lemah.
Contoh apabila petani tidak lagi memiliki lahan untuk di garap, maka apa yang akan mereka lakukan apabila pekerjaan mereka tidak lagi memiliki lahan yang bias di gunakan ? sama hal nya bagi nelayan-nelayan kecil yang tidak memiliki perahu untuk melaut, mereka hanya bias bekerja di perahu-perahu milik orang lain, dan itu pun lahannya terbatas, apabila mereka harus menyewa kapal, mereka harus membayar biaya sewa dan belum tentu mendapatkan keuntungan dari hasil tangkapannya.
Sedangkan faktor yang terakhir, kata dia, adalah kebijakan pemerintah seharusnya sinergis jika mereka sungguh-sungguh ingin memajukan perekonomian masyarakat Indonesia khususnya kelas bawah.

Dulu dikenal kementerian yang menangani masalah perekonomian masyarakat dengan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Perdesaan. Kemudian ada Menteri Distribusi, Menteri Produksi.

Sebenarnya, kadang-kadang para pengambil kebijakan di negara kita ini sangat sering a-historis, sehingga lebih senang mengimpor kebijakan dari luar ketimbang menggali dari sejarah dan masyarakat kita sendiri,

Hambatan Koperasi antara lain disebabkan oleh kesadaran masyarakat terhadap koperasi masih rendah sehingga beranggapan bahwa koperasi itu tidak bisa besar dan sebagainya  Kebersamaan  adalah kunci sukses dalam berkoperasi. Kesadaran masyarakat dapat menyelamatkan koperasi kita dari keterpurukan perekonomian Negara ini. Kita sebagai masyarakat tidak seharusnya mengabaikan keberadaan koperasi, sebagai generasi penerus bangsa, saya berharap perekonomian Negara ini bias selamat dari kapitalisme dengan kesadaran seluruh rakyat di Indonesia.

Koperasi Kapitalis
Kapitalisme tidak memiliki suatu definisi universal yang bisa diterima secara luas, namun secara umum merujuk pada satu atau beberapa hal berikut:

 Sebuah sistem yang mulai terinstitusi di Eropa pada masa abad ke-16 hingga abad ke-19 – yaitu di masa perkembangan perbankan komersial Eropa, di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah dan tenaga manusia, pada sebuah pasar bebas di mana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demi menghasilkan keuntungan di mana statusnya dilindungi oleh negara melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum negara atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak yang telah disusun secara jelas kewajibannya baik eksplisit maupun implisit serta tidak semata-mata tergantung pada kewajiban dan perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan feodal.

Teori yang saling bersaing yang berkembang pada abad ke-19 dalam konteks Revolusi Industri, dan abad ke-20 dalam konteks Perang Dingin, yang berkeinginan untuk membenarkan kepemilikan modal, untuk menjelaskan pengoperasianpasar semacam itu, dan untuk membimbing penggunaan atau penghapusan peraturan pemerintah mengenai hak milik dan pasaran. Pengertian Lain dari Kapitalisme
Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa.

Ciri-ciri Kapitalisme:
1.Sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu.
2.Barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas (free market) yang bersifat kompetitif.
3.modal kapitalis (baik uang maupun kekayaan lain) diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba (profit) .
Istilah kapitalisme berarti kekuasaan ada di tangan kapital, sistem ekonomi bebas tanpa batas yang didasarkan pada keuntungan, di mana masyarakat bersaing dalam batasan-batasan ini. Terdapat tiga unsur penting dalam kapitalisme: pengutamaan kepentingan pribadi (individualisme), persaingan (kompetisi) dan pengerukan kuntungan. Individualisme penting dalam kapitalisme, sebab manusia melihat diri mereka sendiri bukanlah sebagai bagian dari masyarakat, akan tetapi sebagai “individu-individu” yang sendirian dan harus berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. “Masyarakat kapitalis” adalah arena di mana para individu berkompetisi satu sama lain dalam kondisi yang sangat sengit dan kasar. Ini adalah arena pertarungan sebagaimana yang dijelaskan Darwin, di mana yang kuat akan tetap hidup, sedangkan yang lemah dan tak berdaya akan terinjak dan termusnahkan, dan tempat di mana kompetisi yang sengat mendominasi.

Dalam konteks yang hampir sama muncul paham Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik yang mengurangi atau menolak campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik. Paham ini memfokuskan pada metodepasar bebas, pembatasan yang sedikit terhadap perilaku bisnis dan hak-hak milik pribadi.

Dalam kebijakan luar negeri, neoliberalisme erat kaitannya dengan pembukaan pasar luar negeri melalui cara-cara politis, menggunakan tekanan ekonomi, diplomasi, dan/atau intervensi militer. Pembukaan pasar merujuk pada perdagangan bebas.
Neoliberalisme secara umum berkaitan dengan tekanan politik multilateral, melalui berbagai kartel pengelolaan perdagangan seperti WTO dan Bank Dunia. Ini mengakibatkan berkurangnya wewenang pemerintahan sampai titik minimum. Neoliberalisme melalui ekonomi pasar bebas berhasil menekan intervensi pemerintah (seperti paham Keynesianisme), dan melangkah sukses dalam pertumbuhan ekonomi keseluruhan. Untuk meningkatkan efisiensi korporasi, neoliberalisme berusaha keras untuk menolak atau mengurangi kebijakan hak-hak buruh seperti upah minimum, dan hak-hak daya tawar kolektif lainnya.

Neoliberalisme bertolakbelakang dengan sosialisme, proteksionisme, dan environmentalisme. Secara domestik, ini tidak langsung berlawanan secara prinsip dengan poteksionisme, tetapi terkadang menggunakan ini sebagai alat tawar untuk membujuk negara lain untuk membuka pasarnya. Neoliberalisme sering menjadi rintangan bagi perdagangan adil dan gerakanlainnya yang mendukung hak-hak buruh dan keadilan sosial yang seharusnya menjadi prioritas terbesar dalam hubungan internasional dan ekonomi.

Koperasi Sosialis

Tampilan terpenting koperasi-koperasi sosialis adalah bahwa mereka diciptakan oleh ideolog-ideolog sosialis non-Marxis dan oleh gerakan-gerakan politik non-komunis. Mereka bukan hasil inisiatif pemerintah, seperti dilakukan kolektif-kolektif komu¬nis, meskipun mereka mungkin didukung oleh negara, dan mereka tidak mendorong satu perang revolusioner tetapi lebih-kurang kedamaian di dalam satu sistem kapitalis. Acuan utamanya adalah Kibbutz dari Israel, pengalaman desa Ujamaa di Tanzania, dan koperasi-koperasi Mondragon di Spanyol.

Koperasi-koperasi sosialis ini masih ditandai perbedaan dari koperasi-koperasi model Rochdale. Pertama, mereka mengoposisi pemilikan pribadi dan praktek-praktek kapitalistik di dalam operasi-operasi mereka. Mereka melayani multifungsional. Melnyk menggambarkan ini sebagai “komunitas-komunitas koperasi betul-betul beroperasi pada prinsip-prinsip sosialis dalam satu ling¬kungan non-sosialis.”
Secara ideologis dia menempatkan mereka antara kolektif-kolektif komunis dan koperasi-koperasi demokratik liberal.

Keberhasilan koperasi-koperasi Kibbutz dan koperasi-koperasi buruh Mondragon dijelaskan dalam arti keberadaan mereka sebagai bagian integral masyarakatnya, diterima sebagai pelopor untuk nasionalisme ketimbang sosialisme, sementara menjadi suatu minoritas yang tidak mengancam sistem kapitalis tetapi cukup besar untuk menjangkau imajinasi dan diterima komunitas pendu-kungnya. Pandangannya adalah bahwa mereka mengembangkan satu keseimbangan keberhasilan antara prinsip-prinsip beroperasi sosialis internal (di dalam) dan realitas kapitalis eksternal (di luar) di mana mereka harus bersaing. Kontradiksi dari koperasi-koperasi sosialis ini adalah bahwa sementara mereka menciptakan model-model atraktif mereka tidak dapat lebih terintegrasi dari sebuah minoritas di dalam bangsa. Dalam kata-kata Melnyk mereka “menunjukkan dirinya sendiri menjadi sebuah individual ketimbang satu jawaban publik terhadap kapitalisme.

Koperasi Pancasila

Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Etika Pancasila adalah  landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah gotong-royong atau kekeluargaan, sedangkan dari segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme), sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasi.

Praktek-praktek liberalisasi perdagangan dan investasi di Indonesia sejak  serangan globalisasi dari negara-negara industri terhadap  negara-negara berkembang, sebenarnya dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang pemerataan hasil-hasilnya. Sistem  ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi pasar yang terkelola dan kendali pengelolaannya adalah nilai-nilai Pancasila. Dengan perkataan lain ekonomi Pancasila tentulah harus dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.

Atas dasar itu maka Koperasi Pancasila tidak semata-mata bersifat materialistis, karena berlandaskan pada keimanan dan ketakwaan yang timbul dari pengakuan kita pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Keimanan dan ketakwaan menjadi landasan spiritual, moral dan etika bagi penyelenggaraan ekonomi dan pembangunan. Dengan demikian sistem koperasi Pancasila dikendalikan oleh kaidah-kaidah  moral dan etika, sehingga pembangunan nasional kita adalah pembangunan yang berakhlak.

Koperasi yang berlandaskan Pancasila berakar di bumi Indonesia. Meskipun ekonomi dunia sudah menyatu, pasar sudah  menjadi global, namun ekonomi Indonesia tetap diabadikan bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesi.

Kondisi Koperasi di Indonesia (dengan sistem Pancasila)

Dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan kapasitasnya. Dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang “jalannya paling terseok” dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Padahal koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah sesuai kedudukannya yang istimewa yaitu sebagai soko guru perekonomian. Ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Kata azas kekeluargaan ini, walau bisa diperdebatkan, sering dikaitkan dengan koperasi sebab azas pelaksanaan usaha koperasi adalah juga kekeluargaan.
Berdasarkan data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14%). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit.
Bagaimana prospek koperasi Indonesia ke depan? Untuk menjawabnya, dua hal yang harus dilihat terlebih dahulu, yakni sejarah keberadaan koperasi dan fungsi yang dijalankan oleh koperasi yang ada di Indonesia selama ini. Dalam hal pertama itu, pertanyaannya adalah apakah lahirnya koperasi di Indonesia didorong oleh motivasi seperti yang terjadi di negara maju (khususnya di Eropa), yakni sebagai salah satu cara untuk menghadapi mekanisme pasar yang tidak bekerja sempurna. Dalam hal kedua tersebut, pertanyaannya adalah apakah koperasi berfungsi seperti halnya di negara maju atau lebih sebagai “instrumen” pemerintah untuk tujuan-tujuan lain.
Gagasan tentang koperasi telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19, dengan dibentuknya organisasi swadaya untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan pegawai dan petani yang kemudian dibantu pengembangannya hingga akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengembangan koperasi selanjutnya yang meluas keseluruh pelosok tanah air lebih karena dorongan atau kebijakan pengembangan koperasi dari pemerintah, bukan sepenuhnya inisiatif swasta seperti di negara maju; walaupun di banyak daerah di Indonesia koperasi lahir oleh inisiatif sekelompok masyarakat.
Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi sebagai pengatur dan pengembang sekaligus.
Bung Hatta sendiri mulai tertarik kepada sistem koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denegara majuark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara “koperasi sosial” yang berdasarkan asas gotong royong, dengan “koperasi ekonomi” yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif. Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-helplapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi.
Namun, sejak diperkenalkan koperasi di Indonesia pada awal abad 20, dan dalam perkembangannya hingga saat ini koperasi di Indonesia mempunyai makna ganda yang sebenarnya bersifat ambivalent, yakni koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Untuk pengertian yang pertama, koperasi sering dilihat sebagai salah satu bentuk usaha yang bisa bergerak seperti bentuk usaha lainnya yang dikenal di Indonesia seperti PT, CV, Firma, NV. Menurutnya, dalam kerangka seperti inilah, koperasi sepertinya diperkenankan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Karena pengertian inilah, pusat-pusat koperasi dan induk koperasi dibentuk dengan tujuan agar dapat memperkuat eksistensi koperasi primer.
Contohnya adalah dibentuknya PUSKUD (Pusat Koperasi Unit Desa) dan INKUD (Induk Koperasi Unit Desa). Sedangkan dalam konteks makna kedua tersebut, usaha yang dilakukan koperasi disusun berdasarkan atas azas kebersamaan. Karena kebersamaannya ini, bentuk kepemilikan properti pada koperasi yang “konservatif” sering tidak diwujudkan dalam bentuk kepemilikan saham melainkan dalam wujud simpanan baik wajib maupun pokok dan sukarela, iuran, sumbangan dan bentuk lainnya. Konsekuensi dari bentuk kepemilikan seperti itu adalah sebutan kepemilikannya bukan sebagai pemegang saham melainkan sebagai anggota. Oleh karenanya, koperasi sering dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para anggotanya atau untuk kesejahteraan anggota.
Secara bisnis, sebenarnya makna ganda koperasi ini cukup merepotkan. Karena koperasi diakui sebagai badan usaha, maka kiprah usaha koperasi mestinya harus seperti badan usaha lainnya. Dalam artian ini, sebagai sebuah badan usaha, koperasi mestinya mengejar profit sebesar-besarnya dengan langkah-langkah dan perhitungan bisnis seperti yang biasa dilakukan oleh perusahaan lainnya. Namun langkah bisnis ini sering “bertabrakan” dengan keinginan anggotanya yakni menyejahterakan anggota. Sehingga dalam konteks ini, penghitungan kelayakan usaha koperasi, jika hanya mengandalkan aspek liquiditas, solvabilitas dan rentabilitas usaha, menjadi tidak tepat.
Mungkin perbedaan yang paling besar antara koperasi di negara-negara lain, khususnya negara maju, dengan di Indonesia adalah bahwa keberadaan dan peran dari koperasi di Indonesia tidak lepas dari ideologi Pancasila dan UUD 45, yakni merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara (Hariyono, 2003). Konsukwensinya, koperasi di Indonesia memiliki tanggung jawab sosial jauh lebih besar daripada tanggung jawab “bisnis” yang menekankan pada efisiensi, produktivitas, keuntungan dan daya saing, dan sangat dipengaruhi oleh politik negara atau intervensi pemerintah dibandingkan koperasi di negara maju.
Sementara itu, ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu: (i) program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) perusahaan baik milik negara (BUMN) maupun swasta (BUMS) dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.
Menurutnya, intervensi dari pemerintah yang terlalu besar sebagai salah satu penyebab utama lambatnya perkembangan koperasi di Indonesia. Selama ini koperasi dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang dilakukan selama pembangunan jangka panjang pertama pada era Orde Baru menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi.
Sedangkan dilihat dari strukturnya, organisasi koperasi di Indonesia mirip organisasi pemerintah/ lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektifnya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini sekarang ini harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang sejalan dengan proses globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan ekonomi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar