Sebelum kita membahas mengenai hukum PERDATA, penegertian tentang hukum itu
sendiri yaitu Hukum adalah suatu system yang di buat manusia untuk membatasi
tingkah laku manusia agar prilaku manusia dapat terkontrol, hokum adalah aspek terpenting
dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Hukum mempunyai tugas
untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap
masyarakat berhak untuk mendapat pembelaan di depan hukum sehingga dapat di
artikan bahwa Hukum adalah peraturan atau ketentuan – ketentuan tertulis maupun
tidak tertulis tang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sanksi bagi
pelanggarnya.
Hukum
mempunyai Sumber Hukum yaitu segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan
yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau
dilanggar mengakibatkan saksi yang tegas dan nyata.
Sumber
Hukum secara Material :
a)
Sudut
Ekonomi
b)
Sejarah
Sosiologi
c)
Filsafat.
Sumber
Hukum secara Formal :
a)
Undang –
Undang (Statute)
b)
Kebiasaan
(costum)
c)
Keputusan
Hakim (Jurisprudentie)
d)
Traktat
(Treaty)
e)
Pendapat
Sarjana Hukum (Doktrin)
Sejarah Singkat Hukum Perdata
1. HUKUM PERDATA BELANDA
Hukum perdata Belanda
berasal dari hukum perdata Perancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri
disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu
dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di
Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan suatu lapangan hukum secara
sistematis dan teratur dalam satu buku) yang bernama code civil (hukum perdata)
dan code de commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda
(1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda. Bahkan sampai
24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari Perancis tahun 1813, kedua
kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda. Jadi, pada waktu pemerintah
Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum
privat yang bersifat nasional (berlaku asas konkordansi).
Kemudian Belanda
menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata tersendiri yang lepas dari
kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar Negeri
Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang
dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER
meninggal dunia [1924] & usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI,
Ketua Pengadilan Tinggi Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih
merupakan satu negara]. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan
pembentukan dua kodifikasi yang bersifat nasional, yang diberi nama :
1. Burgerlijk Wetboek
yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam
praktek kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.
2. Wetboek van Koophandel
disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] - Dalam
perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.
Pembentukan hukum
perdata [Belanda] ini selsai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan tanggal 1
Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian
selatan Belanda [kerajaan Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru
terlaksanan tanggal 1 Oktober 1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah
kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa
dengan Code Civil dan Code De Commerse Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW
adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis
ke dalam bahasa nasional Belanda.
2. HUKUM PERDATA INDONESIA
Karena Belanda pernah
menjajah Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku
pula di wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang
susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di
Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud
Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum
dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping
telah membentuk panitia, pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann
sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi
tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C.
Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke
negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti
oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837,
Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua panitia kodifikasi
dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia
tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai
Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr.
J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil
mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt.
Indonesia karena KUHPdt. Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia.
Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad
No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia
Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia
Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru
berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab
Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945
Segala Badan Negara dan Peraturan yang
ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang
Dasar ini.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata
Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda]
yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat
dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti
dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan,
Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang
Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata Di
Indonesia
Yang di maksud dengan Hukum perdata ialah hukum
yang mengatur hubungan antara perorangan di
dalam masyarakat.
Hukum perdata dalam arti luas meliputi
semua hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum
Pidana.
Untuk hukum privat materiil ini ada juga yang menggunakan
dengan perkataan hukum sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga di gunakan
sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum di gunakan nama Hukum Perdata
saja, untuk segenap peraturan Hukum privat materil ( Hukum Perdata Materiil).
Dan pengertian dari Hukum privat (Hukum
Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur
hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing –
masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan
kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya
terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Di samping Hukum Privat Materiil
terdapat juga Hukum Perdata Formil yang
lebih di kenal sekarang yaitu dengan HAP ( Hukum Acara Perdata ) atau proses
perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana
caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Keadaan Hukum Perdata Di Indonesia
Mengenai
hukum perdata di Indonesia dapat kita katakana masih bersifat majemuk yaitu
masih beraneka warna .
Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor
yaitu :
1.
Faktor
Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena Negara
kita terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.
Faktor
Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, pada pasal 163.I.S yang membagi produk
Indonesia, dalam tiga golongan, yaitu :
1.
Golongan
Eropa dan yang di persamakan .
2.
Golongan
Bumi putera ( pribumi / bangsa Indonesia asli ) dan yang di persamakan
3.
Golongan Timur
Asing ( bangsa China, India, Arab).
Dan
pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang di berlakukan bagi masing-masing
golongan yang tersebut dalam pasl 163.I.S di atas .
Adapun
hukum yang di berlakukan bagi masing – masing golongan yaitu :
a)
Bagi golongan
Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang
di selaraskan dengan hukum perdata dan hukum dagang di negeri barat berdasakan
azas konkordansi.
b)
Bagi
golongan Bumi Putera dan yang di persamakan berlaku hukum adat mereka. Yaitu
hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, di mana sebagian besar
hukum tersebut belum tertulis tertapi hidup dalam tindakan – tindakan rakyat.
c)
Bagi
Golongan timur asing berlaku hukum masing – masing dengan catatan bahwa
golongan bumi putera dan timur asing di bokekan untuk menundukkan diri kepada
hukum eropa barat baik secra keseluruhan maupun untuk beberapa macam tidakan
hukum tertentu saja.
Untuk
segala Golongan warga Negara berlainan satu sama lain dapat dilihat yaitu :
a)
Untuk
Golongan Indonesia Asli
Berlaku
Hukum adat yaitu hukum yang sejak dulu berlaku di kalangan rakyat.
b)
Untuk
Golongan warga negra bukan asli Indonesia berasal dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku
kitab KUHP (Buurgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek Van Koophandel), dengan suatu
pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada
bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku satu tentang :
-
Upacara
yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan pernikahan. Hal ini tidak
berlaku bagi tionghoa karena pada mereka di berlakukan khusus yaitu Burgerlike
Stand, dan peraturan mengenai pengakuan anak (adopsi).
Selanjutnya untuk golongan warga Negara
bukan aasli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa antara Arab, India dan
lainnya berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum
kekayaan harta benda (Vermorgensrecht), jadi tidak mengenai Hukum Kepribadian
dan Kekeluargaan (Personen en Familierecht) maupun yang mengenai hukum Warisan.
Untuk memahami keadaan Hukum Perdata Di
Indonesia perlulah Kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia Belanda
terlebih dahulu terhadap hukum di Indonesia.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia
Belanda terhadap hukum di Indonesia di tulis dalam pasal 131. IS (Indische
Staatregeling) yang sebelum nya pasal 131 Is yaitu pasal 75 RR
(Regelingsrenlement) yang pokok – pokoknya sebagai berikut ;
1) Hukum Perdata dan Dagang (Begitu pula
Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakan
dalam kitab Undang-Undang yaitu Kodefikasi).
2) Untuk Golongan bangsa Eropa harus di
anut oerundang-undangan yang berlaku di negri Belanda ( Sesuai azas
Konkordasi).
3) Untuk golongan bangsa Indonesia Asli
dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab dan lainnya) jika ternyata bahwa
kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan
untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
4) Orang Indonesia Asli dan orang Timur
Asing, sepanjang mereka belum di tundukkan di bawah suatu peraturan bersama
dengan bangsa Eropa, di perbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku
untuk bangsa eropa. Penundukkan ini boleh di lakukan baik secara umum maupun
secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
5) Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia
di tulis di dalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum
yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu hukum adat.
Berdasarkan pedoman tersebut diatas, di
jaman Hindia belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang
telah di nyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603
lama dari BW yaitu perihal :
a) Perjanjian kerja perburuhan : (staatsblat
1879 no 256)
b) Pasal 1788-1791 BW perihal
hutang-hutang dari perjudian (stratsblad 1907 no 306)
c) Dan beberapa pasal dari WVK (KUHD)
yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (Stratsblad 1933 no 49)
Disamping itu ada peraturan-peraturan
yang secara khusus di buat untuk bangsa Indonesia seperti :
a)
Ordonasi
perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74)
b)
Organisasi
tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan
dengan no 717).
Dan
ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara ,
yaitu :
a) Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet
tahun 1912)
b) Peraturan umum tentang koperasi
(Staatsblad 1933 no 108)
c) Ordonasi Woeker (Staatsblad 1938 no
523)
d) Ordonasi tentang pengangkutan di udara
(Staatsblad 1938 no 98)
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
Sistematika
Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang pertama yaitu, dari
pemberlaku Undang-Undang berisi :
1.
Buku I
|
:
|
Berisi
mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan
|
2. Buku II
|
:
|
Berisi
tentang hal Benda. Dan di dalamnya di atur hukum kebendaan dan hukum waris.
|
3. Buku III
|
:
|
Berisi
tentang hal tentang Perikatan. Didalamnya diatur tentang alat-alat dan
kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
|
4. Buku IV
|
:
|
Berisi
tentang pembuktian dan daluarsa. Didalamnya diatur tentang alat-alat
pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa itu.
|
Pendapat
yang kedua menurut ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :
A. Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur tentang manusia sebagai subyek
dalam hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan
kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya
tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
B. Hukum Kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan
hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
I.
Perkawinan
beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami denggan istri,
hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
C. Hukum Kekayaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan
hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan
tentang seseorang maka yang di maksudkan ialah jumlah dari segala hak dari
kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas
hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan hak
Mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja
dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak Mutlak yang memberikan kekuasaan
atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak Kebendaan. Hak mutlak yang
tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamkan hak
kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan
kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat ;
a)
Hak seorang
pengarang atas karangannya
b)
Hak
seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Ilmu Pengetahuan atau hak pedagang
untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak Mutlak saja
D. Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan
seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat
dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.