Jumat, 20 Maret 2015

Hukum Perdata

APA ITU HUKUM ?
 
      Sebelum kita membahas mengenai hukum PERDATA, penegertian tentang hukum itu sendiri yaitu Hukum adalah suatu system yang di buat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar prilaku manusia dapat terkontrol, hokum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarakat berhak untuk mendapat pembelaan di depan hukum sehingga dapat di artikan bahwa Hukum adalah peraturan atau ketentuan – ketentuan tertulis maupun tidak tertulis tang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sanksi bagi pelanggarnya.
Hukum mempunyai Sumber Hukum yaitu segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan saksi yang tegas dan nyata.

Sumber Hukum secara Material   :
a)    Sudut Ekonomi
b)   Sejarah Sosiologi
c)    Filsafat.

Sumber Hukum secara Formal  :
a)    Undang – Undang (Statute)
b)   Kebiasaan (costum)
c)    Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
d)   Traktat (Treaty)
e)   Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)

Sejarah Singkat Hukum Perdata 

1.  HUKUM PERDATA BELANDA

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku) yang bernama code civil (hukum perdata) dan code de commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda. Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas konkordansi).
Kemudian Belanda menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] & usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat nasional, yang diberi nama :

1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam praktek kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.
2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] - Dalam perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.
Pembentukan hukum perdata [Belanda] ini selsai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan tanggal 1 Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian selatan Belanda [kerajaan Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksanan tanggal 1 Oktober 1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil dan Code De Commerse Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

2.     HUKUM PERDATA INDONESIA

Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia, pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt. Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.






Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata Di Indonesia

     Yang di maksud dengan Hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di  dalam masyarakat.
      Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
       Untuk hukum privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan hukum sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga di gunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum di gunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum privat materil ( Hukum Perdata Materiil).
       Dan pengertian dari Hukum privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing – masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
       Di samping Hukum Privat Materiil terdapat  juga Hukum Perdata Formil yang lebih di kenal sekarang yaitu dengan HAP ( Hukum Acara Perdata ) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata. 

Keadaan Hukum Perdata Di Indonesia

Mengenai hukum perdata di Indonesia dapat kita katakana masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna .
 Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1.     Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena Negara kita terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.    Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, pada pasal 163.I.S yang membagi produk Indonesia, dalam tiga golongan, yaitu :

1.     Golongan Eropa dan yang di persamakan .
2.    Golongan Bumi putera ( pribumi / bangsa Indonesia asli ) dan yang di persamakan
3.    Golongan Timur Asing ( bangsa China, India, Arab).

Dan pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang di berlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasl 163.I.S di atas .

Adapun hukum yang di berlakukan bagi masing – masing golongan yaitu :
a)    Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang di selaraskan dengan hukum perdata dan hukum dagang di negeri barat berdasakan azas konkordansi.
b)   Bagi golongan Bumi Putera dan yang di persamakan berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, di mana sebagian besar hukum tersebut belum tertulis tertapi hidup dalam tindakan – tindakan rakyat.
c)    Bagi Golongan timur asing berlaku hukum masing – masing dengan catatan bahwa golongan bumi putera dan timur asing di bokekan untuk menundukkan diri kepada hukum eropa barat baik secra keseluruhan maupun untuk beberapa macam tidakan hukum tertentu saja.
Untuk segala Golongan warga Negara berlainan satu sama lain dapat dilihat yaitu :
a)    Untuk Golongan Indonesia Asli
Berlaku Hukum adat yaitu hukum yang sejak dulu berlaku di kalangan rakyat.
b)   Untuk Golongan warga negra bukan asli Indonesia berasal dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku kitab KUHP (Buurgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek Van Koophandel), dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku satu tentang :
-          Upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan pernikahan. Hal ini tidak berlaku bagi tionghoa karena pada mereka di berlakukan khusus yaitu Burgerlike Stand, dan peraturan mengenai pengakuan anak (adopsi).
    Selanjutnya untuk golongan warga Negara bukan aasli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa antara Arab, India dan lainnya berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum kekayaan harta benda (Vermorgensrecht), jadi tidak mengenai Hukum Kepribadian dan Kekeluargaan (Personen en Familierecht) maupun yang mengenai hukum Warisan.
    Untuk memahami keadaan Hukum Perdata Di Indonesia perlulah Kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hukum di Indonesia.
    Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia di tulis dalam pasal 131. IS (Indische Staatregeling) yang sebelum nya pasal 131 Is yaitu pasal 75 RR (Regelingsrenlement) yang pokok – pokoknya sebagai berikut ;
1)    Hukum Perdata dan Dagang (Begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakan dalam kitab Undang-Undang yaitu Kodefikasi).
2)   Untuk Golongan bangsa Eropa harus di anut oerundang-undangan yang berlaku di negri Belanda ( Sesuai azas Konkordasi).
3)   Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab dan lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
4)   Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum di tundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, di perbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa eropa. Penundukkan ini boleh di lakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
5)   Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia di tulis di dalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu hukum adat.

        Berdasarkan pedoman tersebut diatas, di jaman Hindia belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah di nyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal :
a)    Perjanjian kerja perburuhan : (staatsblat 1879 no 256)
b)   Pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (stratsblad 1907 no 306)
c)    Dan beberapa pasal dari WVK (KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (Stratsblad 1933 no 49)
        Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus di buat untuk bangsa Indonesia seperti :
a)    Ordonasi perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74)
b)   Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717).
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara , yaitu :
a)    Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
b)   Peraturan umum tentang koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
c)    Ordonasi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
d)   Ordonasi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98)


SISTEMATIKA HUKUM PERDATA 

Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi :
1.     Buku I    
:
Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan  hukum kekeluargaan
2.    Buku II
:
Berisi tentang hal Benda. Dan di dalamnya di atur hukum kebendaan dan hukum waris.
3.    Buku III
:
Berisi tentang hal tentang Perikatan. Didalamnya diatur tentang alat-alat dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
4.    Buku IV
:
Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Didalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa itu.
   
Pendapat yang kedua menurut ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :
A.   Hukum tentang diri seseorang (pribadi)

Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.

B.    Hukum Kekeluargaan

Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:

                    I.        Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami denggan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.

C.    Hukum Kekayaan

Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan tentang seseorang maka yang di maksudkan ialah jumlah dari segala hak dari kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan hak Mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak Mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak Kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamkan hak kebendaan.

Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat ;
a)    Hak seorang pengarang atas karangannya
b)   Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Ilmu Pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak Mutlak saja

D.   Hukum Warisan

Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.